Sports Features
Saatnya Atlet Indonesia Bersuara!
 06 Apr 2021
Penulis : Tim NOC
Time to Step Up: Indonesian Athletes and Activism - Indonesia Olympic Commitee
Credit: Tim NOC

Shut up and dribble,” (“Diam dan dribel”) demikian kata-kata Laura Ingraham, seorang presenter TV di AS kepada Lebron James tiga tahun lalu menyusul wawancara Lebron di ESPN dimana ia berbicara mengenai hidup di Amerika sebagai seorang berkulit hitam. Lebron, yang memulai karir di NBA pada 2003 dan telah menjadi ikon dari liga basket ternama tersebut, memutuskan untuk tidak diam dan mendribel bola. Lebron, di berbagai kesempatan, menyuarakan pendapatnya terhadap berbagai isu seperti ras, keadilan sosial, dan pendidikan. Pada tahun 2017, ia membuka sekolah “I Promise” yang bertujuan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu agar terus bersekolah. Bagi Lebron, pembukaan sekolah tersebut merupakan salah satu pencapaian yang paling ia banggakan sepanjang hidupnya.

“Trofi Juara, MVP, poin, rebound, dan assist, apapun hal itu. Bagiku, bisa membuka sekolah ini dan memberi kontribusi bagi anak-anak di Akron, anak-anak yang kukenal baik karena [dulu] aku adalah salah satu dari mereka. Orang-orang bisa bicara apa saja tentang hal lain, tetapi tidak ada yang bisa mengambil apa yang telah kulakukan bagi kota kelahiranku dan orang-orang lain di seluruh dunia,” ujar Lebron ketika meresmikan sekolah yang saat ini memiliki lebih dari 200 murid tersebut.

Tahun lalu, ketika pandemi COVID-19 melanda, striker Manchester United, Marcus Rashford memulai kampanye untuk membatalkan keputusan pemerintah Inggris yang membatalkan makan sekolah gratis untuk para murid selama masa pandemi. Terdorong oleh pengalamannya waktu kecil, saat sang ibu seorang diri membesarkan Rashford dan empat orang kakaknya dengan bekerja di tiga tempat berbeda dan terkadang hanya punya cukup uang untuk memberi makan anak-anaknya, Rashford merasa bahwa keputusan pemerintah Inggris akan membuat banyak keluarga yang kurang mampu semakin kesulitan di masa pandemi.

Setelah pemerintah Inggris membatalkan keputusannya, Rashford tidak berhenti hanya sampai di situ. Ia memulai petisi agar pemerintah tetap menyediakan makan sekolah gratis selama masa liburan musim dingin. Meski akhirnya parlemen menolak untuk menyetujui kebijakan ini, aksi Rashford mendorong perusahaan-perusahaan, yayasan, dan pemerintah lokal untuk memberi donasi kepada keluarga yang kurang mampu di seluruh Inggris.

“Sistem yang ada didesain agar [keluarga-keluarga seperti] keluargaku tidak bisa sukses, terlepas dari seberapa keras ibuku bekerja. Para pengambil keputusan, apakah mereka pernah mengalami hal seperti ini? Apakah mereka pernah hanya memiliki cukup uang untuk makan dan membayar tagihan? Kurasa tidak. Cara mereka berbicara mengenai masalah ini sangat tidak sensitif. Buatku, ini menunjukkan mereka tidak cukup memahami masalah ini,” tukas Rashford ke BBC tahun 2020 silam.

Aktivisme atlet bukanlah sesuatu yang baru muncul di beberapa tahun belakangan. Sosok atlet seperti John Carlos, Tommie Smith, Kareem Abdul-Jabbar, dan Muhammad Ali, puluhan tahun yang lalu telah menggunakan suara dan panggung mereka untuk berbicara mengenai isu-isu yang relevan di masyarakat. Suara dan tindakan mereka tentunya menginsipirasi generasi atlet aktivis sekarang seperti Colin Kaepernick, Lebron, dan Rashford.

Di Indonesia, jarang sekali kita mendengar atlet-atlet berbicara mengenai isu-isu sosial seperti diskriminasi, kesenjangan, atau kekerasan seksual. Mereka membiarkan hal-hal seperti itu menjadi urusan dari politisi, aktivis, atau figur publik lainnya. Mungkin mereka merasa tidak memiliki cukup keahlian untuk berbicara mengenai isu-isu tersebut, mengingat kehidupan atlet yang terfokus pada latihan dan kompetisi. Tetapi sesungguhnya, itu hanya sebuah alasan untuk berada di zona nyaman. Sebagai figur publik, atlet memiliki kekuatan untuk memberi dampak positif bagi masyarakat, tidak hanya lewat aksi mereka di lapangan tetapi juga lewat contoh yang mereka berikan di luar lapangan.

Masyarakat tidak berharap seorang atlet dapat mengubah dunia, tetapi suara dan inisiatif mereka, meski dalam skala kecil, dapat membawa dampak besar bagi generasi muda Indonesia. Bola ada di tangan atlet-atlet Indonesia, kita tunggu aksi mereka.

*Tulisan ini dibuat dalam rangka peringatan Hari Olahraga Internasional untuk Pembangunan dan Perdamaian.